“Aku belajar tentang bagaimana membagi peran dalam menjalankan bisnis. Apalagi aku masih menjalankan bisnis ini sendiri. Bersama EXCELLOKA aku belajar mulai dari konsep bisnis, hingga strategi membagi waktu dari proses produksi sampai pemasaran,” ungkap Camila Okdriana.

Camila Okdriana yang akrab disapa Mila merupakan seorang makers asal Magelang yang memulai bisnisnya di Yogyakarta. Mila memproduksi perhiasan dengan memanfaatkan bahan baku kayu yang dinamakan Alive Wooden Jewellery. Seperti apa kisah Mila dan perjalanan bisnisnya?

“Alive Jewelry adalah perhiasan bermaterial utama KAYU dan LOGAM dengan beberapa mix material seperti kulit, dan akrilik. Alive ingin membawa kayu lokal sebagai perhiasan yang berkualitas dari segi material yang longlasting dan desain yang original dengan mengangkat tema alam, budaya dan bentuk-bentuk di sekitar kita,” ungkap Mila dalam interview bersama excellence.asia.

Ikuti Pelatihan dan Kembangkan Bisnis Kamu Sekarang

Memulai bisnis dengan memanfaatkan limbah kayu

Mila memulai bisnis Alive Jewelry berawal dari saat ia masih studi di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Sebagai mahasiswa jurusan desain produk, Mila mengikuti praktek kerja lapangan di salah satu UKM yang memproduksi kacamata berbahan dasar kayu. Dari sini lah ia melihat ada banyak limbah kayu yang dibuang, sehingga ia terinspirasi untuk memanfaatkan limbah tersebut menjadi aksesoris.

“Dulu aku memang suka bikin aksesoris, tetapi masih menggunakan manik-manik yang tinggal aku rangkai. Nah mulai tahun 2015 itu saat sedang kuliah aku memberanikan diri untuk memproduksi limbah-limbah kayu menjadi aksesoris,” kata Mila.

Mila memanfaatkan limbah kayu dari tempat ia praktek kerja lapangan untuk diproduksi menjadi aksesoris. Mila mengedepankan desain yang simple dan modern. Dari situlah Mila membuat instagram dan memberi nama brand “Alive Jewelry”.

Modal minimalis dengan nilai produk berkualitas

Alive Jewelry menjadi salah satu brand lokal asli Yogyakarta. Jika kita pergi ke Yogyakarta dan jalan-jalan di Malioboro, mungkin kita akan menemukan banyak penjual aksesoris dari kayu. Aksesoris dari kayu memang bukan hal yang spesial di Yogyakarta. Namun bagaimana dengan Alive Jewelry untuk bisa menjadi unggul?

“Aku mencoba memproduksi Alive Jewelry dengan desain yang original. Kayu yang digunakan juga merupakan kayu pilihan. Alive Jewelry mengkombinasikan kayu dengan logam silver dan gold, sehingga desainnya unik,” kata Mila.

Tidak hanya itu ternyata produk Alive Jewelry banyak terinspirasi dari alam, budaya, dan lingkungan sekitar. Hal ini menjadi nilai lebih bagi Alive Jewelry karena dalam setiap produknya memiliki makna yang berbeda-beda.

“Agu earrings misalnya, ini terinspirasi dari mountain sehingga bentuknya segitiga seperti gunung dan terbuat dari bahan dasar kayu jati,” ungkap Mila.

Semua produk karya Mila memiliki nama dan arti yang khas. Bahan dasar yang digunakan rata-rata berasal dari kayu jati, kayu mahoni yang dikombinasikan dengan logam. Beberapa produk juga diberi warna tambahan tanpa meninggalkan warna kayu yang original.

“Awalnya bahan dasarnya ya dari kayu-kayu tempat aku praktek kerja lapangan. Ketika menjalani tugas akhir kebetulan aku juga mengangkat tema jewelry dan dapat rekomendasi dari dosen tentang pengrajin logam dari Kotagede. Hingga saat ini alive langganan dengan dia. Kalau untuk kayu nya sekarang sudah menggunakan kayu lembaran,” cerita Mila.

Jadi single fighter dalam berbisnis

Sejak tahun 2015 Mila menjalankan bisnis ini sendiri. Mulai dari produksi, packaging, hingga pemasaran semua dilakukan sendiri. Bagaimana Mila mengatasi hal ini?

“Saya sempat berhenti karena tahun 2016-2017 bekerja di Bandung. Jadi baru bener-bener serius Juli 2018,” kata Mila.

Koleksi Alive Jewelry

Kini Mila mulai menekuni Alive Jewelry. Saat ditanya tentang strategi pemasaran, Mila menceritakan bahwa dirinya lebih banyak melakukan penjualan secara offline. Tidak hanya itu, produk Alive Jewelry juga sudah dipasarkan di Bali di salah satu concept store. Mila mengakui bahwa dirinya juga membuat proposal yang dikirimkan ke beberapa concept store untuk menjual produk secara offline. Hingga saat ini pemasaran yang dilakukan sudah berkembang hingga di Surabaya dan Bali.

“Alive ikut bazar rata-rata dua kali dalam sebulan. Biasanya ketika bazar kita sebarin name card dan  ngajakin pengunjung follow Instagram Alive, jadi memang Alive ini followersnya organik banget. Kalau pemasaran di Bali itu dimulai sekitar tahun 2016 ada yang menghubungi Alive dari Instagram,” kata Mila.

Saat ditanya tentang tantangan dalam berbisnis, Mila mengungkapkan bahwa dirinya harus bisa membagi waktu dan peran. Biasanya ia melakukan proses produksi selama seminggu penuh, setelah itu melakukan sesi foto produk.

“Saya akan terus mengembangkan Alive Jewelry mulai dari sisi produksi dan marketing. Saya akan melakukan riset untuk mengidentifikasi kebutuhan bisnis ini dalam jangka panjang, sehingga bisa berkembang dari segi produksi dan marketing, khususnya marketing secara online,” kata Mila.

Mila menjadi salah satu entrepreneur muda yang berhasil menciptakan produk yang memiliki ‘nilai produk’. Hingga saat ini ia masih belajar untuk mengembangkan bisnis Alive Jewelry dengan mengikuti berbagai workshop dan pelatihan, baik secara online maupun offline.

“Saya punya harapan Alive Jewelry bisa menghidupkan kayu itu sendiri. Bisnis Alive Jewelry bisa hidup dan menghidupi orang lain,” ungkap Mila.

#CeritamuInspirasiku 

Sekarang #CumaButuhKomitmen untuk mengembangkan bisnis kamu

“UKM sangat penting untuk belajar. Apalagi untuk bisnis kuliner, tidak ada standar yang pasti. Kalau ngomongin masak, semua perempuan bisa masak di dapur. Tetapi untuk mendapatkan produk kuliner yang sehat, bermutu, dan bisa menjadi produk kemasan untuk dijual dibutuhkan kemauan untuk belajar dan berinovasi,” ungkap Ibu Mujiati pemilik Sambal CUK dalam wawancara bersama EXCELLOKA by excellence.asia.

Sosok bernama Mujiati adalah perempuan di balik suksesnya Sambal CUK, UKM asli Surabaya. Sambal CUK merupakan produk lokal asli Surabaya yang menjual berbagai varian sambal dan bumbu masak khas Indonesia.

“Saya mengambil nama Sambal CUK itu awalnya terinspirasi dari Slogan ITS, Cak-Cuk. Dari situ saya terinspirasi gimana kalau produk kita diberi nama Sambal CUK? Dan CUK dalam Sambal CUK adalah singkatan dari Cabe Ulek Kemasan,” kata Ibu Mujiati.

Sambal CUK dimulai pada tahun 2010 dengan modal yang sangat terbatas. Saat itu dirinya masih bekerja di salah satu perusahaan kosmetik swasta selama kurang lebih 30 tahun. Jelang pensiun ia mulai berpikir, “Apakah saya akan terus bekerja ‘ikut orang’ atau memulai bisnis sendiri?”

Sambal CUK dimulai dari NOL

Berangkat dari hobi memasak, Ibu Mujiati memulai bisnis menjual sambal. Dirinya mengaku melihat peluang, di mana orang Indonesia gemar makan sambal. Ia juga melihat banyak warung dan restoran yang menjual makanan Indonesia dengan berbagai pilihan sambal, tetapi saat itu belum ada sambal dalam kemasan. Tahun 2010 inilah menjadi titik awal bagi Ibu Mujiati untuk mengembangkan bisnis sambal CUK. 

“Saya memulai bisnis itu bisa dikatakan tidak ada modal, saya buat sendiri dan dibantuin sama satu pembantu rumah tangga. Dijual ke temen-temen kantor sama dulu itu jaman Blackberry, jadi ya lewat Blackberry ke temen-temen,” tuturnya.

Saat itu Ibu Mujiati menjual sambal ikan asin khas Surabaya. Ia membuat sambal itu sendiri dan menjual ke teman-teman kantornya. Tak disangka, sambal buatan Ibu Muji digemari dan teman-temannya membeli mulai dari 0,5-1 kg sambal. Saat itu Sambal CUK belum dalam kemasan seperti saat ini. Melihat peluang produk yang laris dan digemari, Ibu Mujiati mulai mengembangkan Sambal CUK menjadi sambal dalam kemasan yang sederhana.

“Saya melihat sambal buatan saya ini laris. Gimana kalau saya jual dalam kemasan saja? Lalu dari situ saya mulai berpikir bagaimana caranya agar sambal ini bisa awet sampai 12 bulan? Saya ingin semua orang bisa makan sambal ulek rumahan tanpa harus ke dapur,” kata Ibu Mujiati.

Seiring berjalannya waktu, Ibu Mujiati pun mengembangkan berbagai varian rasa dari Sambal CUK, mulai dari sambal CUK – ikan asin klotok pete, sambal bawang pete, sambal bawang, sambal teri medan, sambal roa manado, dll. Sambal CUK saat ini juga sudah mengembangkan bumbu masak tradisional dalam kemasan, hingga saat ini sudah memiliki 25 varian produk.  

Baca juga : 4 Tips Buat Kamu yang Mau Memulai Bisnis Kuliner

Strategi Mengembangkan Bisnis Sambal CUK

Sebagai pemilik bisnis, siapa yang tidak ingin mengembangkan bisnisnya? Tidak disangka dari bisnis rumahan tanpa modal, Sambal CUK saat ini sudah mencapai omset ratusan juta rupiah.

“Kalau omset saat ini alhamdulillah sebulan itu kisaran Rp 500 juta- 700 juta. Kalau lagi ada ekspor bisa tembus 1M. Dalam setahun nembus di atas 1M bisa 2-3 kali,” ungkap Ibu Mujiati.

Sambal CUK tentu tidak begitu saja mencapai kesuksesan ini. Ibu Mujiati bercerita tentang berbagai perjuangan yang dilakukan Sambal CUK. Dimulai dari tidak ada modal dan memasarkan produk dari teman ke teman, serta memanfaatkan media sosial. Hingga saat ini Sambal CUK sudah melakukan ekspor ke Singapura, Amerika, Vietnam dan Taiwan. Ibu Mujiati mengakui bahwa dirinya terus melakukan inovasi sejak ia membuka bisnisnya. Kualitas terus dipertahankan, sehingga pelanggan tidak hanya membeli tetapi merekomendasikan Sambal CUK kepada orang lain. Keseriusan dalam berbisnis yang dimulai tahun 2010 ini mulai membuahkan hasil. Kualitas dan mutu yang baik membuat Sambal CUK dilirik oleh salah satu Tabloid kuliner pada tahun 2013. Saat itu Sambal CUK masih belum menggunakan kemasan kedap udara, sehingga sering terjadi kebocoran saat melakukan pengiriman.

Pantang menyerah, Ibu Mujiati terus berinovasi untuk membuat kemasan yang sesuai standar. Ia mengikuti banyak pameran dan kompetisi untuk mengembangkan bisnisnya. Bahkan Sambal CUK memperoleh bantuan permodalan sebesar 1 M untuk mengembangkan bisnisnya.  Dari berbagai pelatihan yang dilakukan ia mengembangkan kualitas bisnisnya, mulai dari memperbarui kemasan dan semakin meningkatkan kualitas dari produk.

Sambal CUK juga banyak bekerja sama dengan distributor-distributor di luar pulau untuk mengembangkan pemasarannya. Tidak hanya itu, Ibu Mujiati tidak melupakan peran pemerintah untuk membawanya ke pasar internasional. Saat ini ia banyak mengikuti pameran di luar negeri untuk bisa memperoleh buyer dan memenangkan tender.

“Dalam menjaring pasar luar negeri kita menggunakan website untuk mendapatkan buyer dari luar negeri. Selain itu kita juga ikut pameran di China, Vietnam, dan Singapura.Kita saat ini jalan pameran di Arab Saudi dan Timur Tengah. Dari situlah kita semangat untuk maju menjadi industri besar biar bisa menciptakan lapangan kerja,” ungkap Ibu Mujiati.

Sebagai seorang Ibu Rumah Tangga sekaligus entrepreneur, Ibu Mujiati mengakui bahwa dirinya memegang suatu visi dalam bisnisnya. Sambal CUK bisa  menjadi industri besar dan bisa mempekerjakan karyawan sebanyak-banyaknya. Ia ingin semua orang bisa merasakan sambal khas Indonesia dengan cita rasa “rumahan”. Ia mencoba mencapai visi tersebut melalui kerja sama dengan berbagai supermarket di seluruh Indonesia untuk bisa memasarkan Sambal CUK. Tidak hanya itu, ia membuka peluang kerjasama dengan hotel, resto, dan cafe di berbagai daerah untuk memperkenalkan sambal CUK.

Ingin tahu berbagai varian rasa Sambal CUK? Cek http://www.sambalcukindonesia.co.id

Tantangan dalam Berbisnis

Tantangan dalam berbisnis tidak pernah habis. Begitu pula yang dialami oleh Ibu Mujiati. Dirinya mengakui menghadapi banyak tantangan mulai dari produksi hingga kompetisi dengan perusahaan-perusahaan yang lebih besar.

“Bisa dibilang bahan baku nya terbatas karena bahan bakunya bersifat musiman. Saat musim hujan misalnya, bawang merah dan cabai itu bener-bener susah dan harganya lebih mahal dari biasanya. Kita memiliki siasat subsidi silang, saat harga bahan baku rendah kita memproduksi sebanyak-banyaknya agar ketika harga bahan baku naik tidak mengalami kerugian,” ungkap Ibu Mujiati.  

Belum lagi dengan masalah produksi, Sambal CUK pernah mengalami ‘kegagalan’ produksi. Namun seiring berkembangnya waktu Sambal CUK belajar melalui pelatihan-pelatihan bisnis, melakukan sertifikasi dan standarisasi, serta melakukan riset dan inovasi. Hingga kegagalan produksi dapat diminimalisir.

Sebagai pemilik Sambal CUK, Ibu Mujiati mengajak para pelaku bisnis UKM untuk terus semangat. Kegigihan adalah kunci keberhasilan. Tidak hanya itu, Ibu Mujiati juga mengajak para pemilik bisnis untuk ‘terlibat langsung’.

“Kita harus terlibat langsung mulai dari pencarian bahan baku dan pengolahan sampai memiliki resep yang standar. Jika sudah mendapat resep standar baru kita bisa lepas. Kita bisa pasrahkan kepada orang yang kita percaya. Namun jika belum punya standar yang pasti, jangan sekali-sekali ditinggalkan. Kuliner itu yang utama adalah rasa, kemudian kebersihan dan kualitas. Sekarang orang makan makanan orientasinya adalah sehat. Jadi produk yang kita jual harus bersih, sehat, dan mutu terjamin,” kata Ibu Mujiati.

Baca juga : 3 Kunci Sukses Membangun Rantai Pasokan Bisnis Berkelanjutan

Ibu Mujiati adalah salah satu peserta pelatihan EXCELLOKA by excellence.asia dalam kolaborasi dengan MAKERFEST by Tokopedia di Surabaya. EXCELLOKA sendiri diambil dari kata excel (percepatan) dan loka (dimensi) berarti dimensi percepatan. EXCELLOKA yang diusung excellence.asia diharapkan menjadi dimensi bagi UMKM di Indonesia untuk mempercepat pengembangan bisnisnya. Para pelaku bisnis UMKM diajak untuk mengikuti pelatihan secara berkesinambungan agar dapat mengembangkan usahanya dan mampu bersaing di perekenomian lokal, nasional, bahkan internasional. Pelatihan ini membuka peluang bagi para pengusaha di Indonesia untuk bisa membangun bisnis terkemuka.

EXCELLOKA by excellence.asia bertujuan untuk memberdayakan Small Business Owner dengan memberikan knowledge dan skill yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis, mulai dari Sales, Marketing, Finance, Accounting, Legal, Tax, Operation, dan lain-lain, secara GRATIS.

“Dalam pelatihan mengembangkan bisnis dibutuhkan tiga hal penting, yakni bagaimana bisa menciptakan produk, produk bisa diterima pasar, dan memahami strategi pemasarannya. Saya memperoleh 80% dari ketiga hal tersebut dalam pelatihan EXCELLOKA kemarin,” ungkap Ibu Mujiati.

Buruan cek http://www.excelloka.com

 

Kemarin kita sempet bahas tentang Komitmen Ruslan Naba Mengembangkan Estubizi (Chapter 1). Kita sudah ngobrol tentang gimana rahasia Ruslan membangun bisnis Estubizi Coworking Space dan Business Center. Tidak hanya tentang perjuangan Ruslan sebagai entrepreneur, kita juga ngobrol bareng Ruslan tentang perkembangan coworking di Indonesia, khususnya di Jakarta. Ternyata Estubizi bukanlah coworking space dan business center pertama di Jakarta, lho.

“Estubizi bukan yang pertama, industri coworking space sudah ada di Jakarta sejak 2012 sedangkan kami baru mulai 2016. Di Depok, Bandung, dan Bali sendiri sudah mulai bermunculan dari tahun 2011,” tutur Ruslan.

Ruslan juga mengungkapkan bahwa dirinya tergabung dalam perkumpulan coworking di Indonesia. Dari situ ia mengetahui pada 2015-2016 ada 150 orang hadir dalam pertemuan di Bandung dengan jumlah coworking sekitar 40an. Pada November 2017 pada event Coworkfest sudah ada 190 an, hingga saat ini sudah ada lebih dari 200 coworking space yang tersebat di 40 kota di Indonesia. “Hanya sekitar 1 tahun sudah meningkat sekitar 500%, lho,” kata Ruslan.

Melihat perkembangan industri coworking space yang pesat, Ruslan memiliki beberapa strategi untuk bisa bertahan bahkan bersaing dalam industri ini. Bagaimana strategi yang dilakukan?

“Kita menetapkan 2018 sebagai tahun kolaborasi,” ungkap Ruslan.

Tahun kolaborasi itu  kayak gimana, ya? Tahun ini Estubizi akan meningkatkan engagement bersama klien. Kita akan membangun Estubizi Network, yakni sebuah platform komunitas online yang didukung oleh Salesforce, sebuah platform CRM terbaik di dunia. Dalam persiapan implementasinya, Estubizi didukung penuh oleh PT Langit Kreasi Solusindo.

Estubizi Network juga didukung oleh lebih dari 50 perusahaan Partner Estubizi dan coworking space di berbagai kota di Indonesia. Mereka adalah sejumlah perusahaan yang berkolaborasi dan memiliki komitmen membantu usaha startup & entrepreneur Indonesia, antara lain: notaris & konsultan legal, konsultan brand & marketing, email marketing, web developer, konsultan e-commerce, hosting, permodalan usaha, digital payment, software SDM dan akunting berbasis cloud, event management, training provider, freelancer, percetakan, jasa kurir & logistik, warehousing, dan masih banyak lagi.

Selain itu juga tersedia online mentoring oleh Partner Individual yang terdiri dari lebih 50 praktisi dan profesional yang sudah sangat berpengalaman di bidangnya masing-masing.

“Tujuan utama dibentuknya Estubizi Network ini adalah untuk mengurangi tingkat kegagalan startup, entrepreneur dan UKM Indonesia di tahap awal mereka berusaha dan untuk memberdayakan entrepreneur di Indonesia,” ujar Ruslan.

Luar biasa banget, Ruslan bisa menjadi salah satu contoh entrepreneur yang berhasil. Ia tidak hanya mempertahankan bisnisnya, tetapi selalu berjuang merealisasikan ‘mimpinya’. Tapi inget, untuk menjadi pengusaha sukses kamu gak bisa cuma ‘bermimpi’ ya, kamu harus butuh komitmen untuk mengembangkannya. Sekaligus jangan pernah berhenti belajar. Siap berkembang dan mewujudkan ‘umkm naik kelas’.

Mau jadi entrepreneur sukses?

#cumabutuhkomitmen