excellence.asia dalam excellunch 1 Februari 2018 bersama Bapak Vence Ginting membahas tentang “Empat Penyebab Kegagalan dalam Mencapai GOAL”. Kira-kira apa saja ya, keempat penyebab tersebut? Berikut yang disampaikan oleh Pak Vence sebagai Business Performance Coach, Business Strategy and Sales Management. Yuk, kita simak!

1. Tidak mengetahui tujuan

Penyebab pertama dari gagalnya mencapai tujuan adalah tidak mengetahui tujuan. Berdasarkan hasil survey ditemukan hanya 15% karyawan di perusahaan yang mengetahui tujuan perusahaan. Dalam tujuan sendiri, kita harus memiliki the most important goal. Ini merupakan sasaran yang harus dicapai dengan sangat baik di atas prioritas sehari-hari. Pak Vence mengutip kalimat Stephen R. Covey yang mengungkapkan “Anda harus memutuskan prioritas tertinggi Anda dan berani untuk mengatakan tidak terhadap hal-hal lain”. Terkait dengan hal ini, perusahaan harus bisa membangun rasa kepemilikan anggota perusahaan terhadap perusahaan. Artinya semua anggota perusahaan dari level tertinggi hingga terendah harus tahu tujuan dari perusahaan. Bahkan perusahaan bisa mendorong karyawannya untuk memiliki kontribusi demi mencapai tujuan bersama.

2. Tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk mencapai GOAL

Hal ini bahaya,lho. Bagaimana bisa mencapai tujuan kalau gak tahu cara untuk mencapainya? Pak Vence mengatakan dalam point ini ada dua hal kegiatan yang paling berdampak untuk bisa mencapai tujuan. Pertama, aktivitas bernilai tinggi. Anggota harus memiliki aktivitas bernilai tinggi, di mana pekerjaan yang dilakukannya harus produktif. Kedua adalah menyelesaikan tugas. Menyelesaikan tugas ini terkait erat dengan tanggung jawab. Untuk bisa mencapai tujuan seseorang harus memiliki tanggung jawab agar bisa menyelesaikan tugasnya. Ada beberapa tips yang diberikan Pak Vence untuk mengatasi penyebab yang kedua ini. Pak Vence mengatakan untuk bisa mencapai tujuan harus bisa menemukan pengungkit yang tepat, yakni untuk mencapai target yang belum pernah dicapai sebelumnya, seseorang juga harus melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan. Salah satu caranya adalah dengan melakukan sesuatu yang berbeda.

3. Tidak menjaga skor dalam aktivitas

Dalam mengerjakan sesuatu hendaknya kita memiliki target. Dalam hal ini terkait dengan penilaian diri dalam pencapaian target. Perusahaan harus memiliki sistem untuk memberikan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Sehingga karyawan secara individu juga bisa mengetahui kinerjanya. Pada prosesnya untuk bisa mencapai tujuan, tentu harus menjaga skor yang dimiliki. Ritme kerja harus dijaga, demikian juga prestasi kerja yang dimiliki harus bisa ditingkatkan. Bahkan jangan ragu untuk memberikan penghargaan kepada karyawan yang mencapai target. Misalnya, untuk bidang sales atasan bisa memberikan hadiah kepada anggota timnya yang berhasil menelepon pelanggan terbanyak. Atau bisa juga merayakan kecil membelikan pizza karena tim berhasil mencapai target penjualan. Hal ini memberikan semangat bagi karyawan, lho.

4. Tidak Memenuhi Tanggung Jawab

Nah, penyebab kegagalan yang terakhir menurut Pak Vence adalah tidak memenuhi tanggung jawab. Hal ini berlaku bagi atasan dan bawahan dalam perusahaan. Masing-masing pasti memiliki tanggung jawab mulai dari hal kecil hingga hal yang sangat mempengaruhi dalam perusahaan. Apabila karyawan tidak memiliki tanggung jawab, maka dia bisa saja lalai dalam mengerjakan tugasnya. Salah satu antisipasi yang dilakukan adalah dengan adanya monitoring. Hal ini bisa dilakukan secara rutin, misalnya mengadakan weekly meeting. Bisa juga dengan adanya laporan untuk melihat komitmen yang sudah dibangun. Belajar dari kegagalan atau kesalahan sangat penting untuk dilakukan, lho.

Keempat penyebab kegagalan dalam mencapai GOAL ini harus kita hindari. Apabila tim kerja Anda masih sering mengalami kegagalan, maka perlu untuk melakukan pelatihan. Pelatihan bisa dilakukan untuk meningkatkan performa kerja. Anda bisa menemukan pelatihan berkualitas untuk mencapai kesuksesan perusahaan di www.excellence.asia

Jangan ragu untuk terus maju!

excellunch is Back! Kamis (30/11) excellence.asia hadir kembali dalam program excellunch bersama Wahyudi yang adalah Professional Life Coach. Live streaming dimulai tepat pukul 12.00 dari IDX Incubator, coaching yang akrab dipanggil Pak Wahyu menyampaikan tentang Coaching for Performance: Bringing Out The Best in Your People. Sebelum membahas lebih mendalam, kita tentu sering mendengar kata ‘coaching’. Namun sebenarnya apa arti coaching?

Pak Wahyu mengungkapkan bahwa coaching adalah tools yang dapat digunakan untuk meningkatkan performa kerja.Orang seringkali beranggapan bahwa coaching adalah pelatihan, tetapi ternyata tidak hanya sekedar pelatihan. “Coach berasal dari suatu kata dalam bahasa Inggris yang berarti ‘gerbong’,” kata Pak Wahyu. “A coach is literally a vehicle which carries a person or group of people from some starting location to a desired location.” Kalimat tersebut dikutip oleh Pak Wahyu dalam excellunch. Pak Wahyu menyampaikan bahwa dalam coach sendiri terdapat tiga elemen yang harus dipenuhi, yakni goal, resources, dan habbit.  Sebelum semuanya tercapai, akan ada kondisi sekarang dan kondisi yang diharapkan. Dalam hal ini coaching menjadi sarana yang digunakan untuk bisa melakukan perubahan, baik dari kebiasaan maupun perilaku seseorang, sehingga bisa mencapai tujuan yang diharapkan. Sukses atau tidaknya suatu coaching bergantung pada ‘diri sendiri’, dimana kemauan untuk berubah harus muncul dari dalam diri seseorang untuk bisa mencapai keberhasilan. Berdasarkan International Coach Federation (ICF), Coaching Profesional adalah kemitraan antara seorang Coach dan Klien, dalam proses yang kreatif dan memicu pikiran untuk mengilhami mereka memaksimalkan potensi personal dan profesionalnya. Apabila mengacu pemahaman ICF, maka sangat jelas bahwa dalam coaching dibutuhkan relationship. “Tidak boleh ada kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah antara coach dengan pesertanya, melainkan semua setara,” papar Pak Wahyudi. Hal ini dibutuhkan untuk bisa membangun kedekatan dan menggali permasalahan yang ada.

Membawa tim menjadi yang terbaik tentu menjadi harapan setiap pemimpin. Apalagi dalam suatu perusahaan, jelas pemimpin memiliki peran yang sangat penting. Maka dibutuhkan keterampilan untuk bisa menjadi atasan sekaligus coach bagi anggotanya. Hal ini dibutuhkan agar dapat mencapai keberhasilan. “Menjadi Coach harus memiliki prinsip, kompetensi, dan bahkan strategi,” kata Pak Wahyu. Pertanyaannya, bagaimana cara untuk bisa menjadi coach yang handal?

Anda dapat menemukan jawabannya dalam excellunch edisi 30 November 2017 bersama Bapak Wahyudi di https://www.youtube.com/watch?v=iDo7i3v1PRc

excellunch is Back! Kamis (23/11) berlokasi di IDX Incubator excellence.asia kembali hadir dalam program Excellunch. excellunch kali ini bersama dengan Mr. Spirit Saut Sitompul. Ia adalah seorang yang kini dikenal sebagai Ethos Master dan Motivator Nasional. Sesuai dengan keahliannya, Pak Saut menyampaikan tentang pentingnya etos kerja bagi perusahaan. Sebelum membahas lebih detail, kita perlu tahu dulu nih apa itu etos?

Secara harfiah etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang berarti sikap, kepribadian, karakter, watak, serta keyakinan atas sesuatu yang bisa dimiliki individu maupun kelompok. Sikap ini terbentuk oleh pengaruh budaya, kebiasaan, serta sistem nilai yang diyakini. Dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk (moral). Sehingga dalam etos mengandung semangat untuk menyempurnakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin. Dari pengertian tersebut, jelas banget etos kerja sangat dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan personal dan perusahaan. Nah, kenapa etos kerja diperlukan bagi perusahaan? Yuk, kita simak!

 

  • Etos kerja membangun sikap mental positif

 

Pak Saut mengungkapkan bahwa etos lekat kaitannya dengan hubungan spiritual, personal, dan organisasional. Untuk membangun hubungan tersebut salah satu caranya adalah dengan membangun kebiasaan untuk saling menyapa antar anggota perusahaan. Hal ini dilakukan untuk menggugah semangat karyawan, sehingga karyawan tidak merasa terbebani dengan pekerjaannya. Pak Saut memberikan contoh dengan sapaan “Selamat pagi? Semangat! – Selamat siang? Kerja keras! – Selamat sore? Gajian! – Selamat malam? Enak tenan!” Hal ini bisa diterapkan dalam setiap perusahaan dengan berbagai kreativitas. Sesuatu yang sangat simple, tetapi bisa memberikan dampak positif bagi seluruh anggota perusahaan. Dimulai dari sapaan, maka bisa mendorong suasana kerja yang nyaman, kekompakan dalam bekerja, membangun kerja sama, dan tentunya meningkatkan produktivitas karyawan.

 

  • Etos kerja mutlak diterapkan di perusahaan

 

Mengapa etos kerja mutlak diterapkan di perusahaan? Pak Saut memaparkan beberapa alasannya. Pertama, setiap manusia disebut sebagai homo faber. Ini merupakan konsep dimana manusia adalah pekerja. Artinya pekerjaan menjadi hal yang utama bagi kehidupan manusia. Kedua, etos bersifat fundamental karena keberhasilan ataupun kesuksesan seseorang ditentukan dari etos yang dimilikinya. Hal ini dibuktikan dari Harvard Business Review yang mengungkapkan bahwa kesuksesan seseorang diraih 20% karena kompetensi yang dimiliki, sedangkan 80% karena etos kerja/ perilaku. Semua ini semakin memperkuat bahwa etos kerja menjadi akar keberhasilan. Selain itu, berdasarkan riset dari Harvard Business Review mengungkapkan 68% karyawan pergi karena perilaku rekan kerja yang mengecewakan. Bahkan hanya ada 8% dari seluruh jumlah karyawan yang memiliki komitmen tinggi untuk membangun perusahaan, sedangkan 92% lainnya biasa-biasa saja. Perusahaan jelas harus membangun etos kerja karyawannya. Kesuksesan bisa diraih bukan hanya karena memiliki karyawan yang kompeten secara ilmu, tetapi unggul dalam kualitas dan kepribadiannya.

 

  • Etos kerja bermanfaat bagi perusahaan

 

Etos kerja bermanfaat bagi perusahaan karena apabila karyawan memiliki etos kerja yang tinggi, maka akan dapat meningkatkan kompetensinya. Artinya, etos kerja menjadi modal dasar bagi seseorang untuk bisa meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Tidak hanya kompeten, tetapi etos kerja jelas menumbukan karakter yang unggul bagi karyawan. “Buat apa karyawan Anda pandai, tetapi dia malas bekerja?” ungkap Pak Saut. Dengan adanya kompetensi dan berkarakter maka secara otomatis akan kinerja seseorang. Sehingga perusahaan tidak akan menghadapi persoalan internal karena produktivitas kerja terus meningkat.

Etos kerja ternyata menjadi akar kesuksesan bagi perusahaan. Hal ini sangat penting untuk dibangun, bahkan sejak dini. Perusahaan harus bisa menanamkan visi dan misi yang dimiliki pada semua anggota perusahaan. Tidak hanya kompetensi dan ketrampilan yang perlu dilatih, tetapi etos kerja harus dibangun terlebih dahulu. “Etos kerja merupakan pondasi. Perusahaan tidak boleh ragu untuk memberikan pelatihan etos kerja bagi karyawannya karena membangun etos kerja berarti berinvestasi,” ungkap Pak Saut.

Simak lebih lanjut Training 8 Etos Kerja Profesional Akar Keberhasilan Personal dan Organisasional dalam excellunch 23 November 2017 di https://www.youtube.com/watch?v=fGV5VZCoQ5A  

excellunch is Back! Kamis (16/11) excellence.asia dalam program Excellunch kembali menghadirkan trainer terpercaya. Program knowledge sharing kali ini bersama Sujatmiko Donohadi. Pria kelahiran Surabaya yang akrab dipanggil Pak Ming adalah pakar bussiness coach dan behaviour analysis. Dalam training nya, Pak Ming membagikan “10 Tanda People Disengagement di Perusahaan”. Penasaran dengan materi yang diberikan oleh Pak Ming? Yuk, kita simak!

Berdasarkan legenda seorang pembersih di kantor NASA ditanya, “Apa yang sedang kamu lakukan?” Pembersih itu menjawab, “Saya sedang membantu menempatkan orang di bulan.” Jawaban ini mungkin terdengar aneh, tetapi ini menunjukkan bahwa NASA sukses membangun people engagement di perusahaannya. Lalu, apa itu people engagement?

Pak Ming mengatakan bahwa people engagement adalah situasi di mana setiap anggota organisasi terlibat aktif, baik itu intelektual maupun emosional. Selain itu, anggota perusahaan juga memiliki antusiasme yang tinggi dalam bekerja dan pro aktif melakukan yang terbaik. Selain itu, people engagement juga ditunjukkan dengan sikap karyawan yang selalu mencari cara untuk menyempurnakan setiap pekerjaannya.

Suatu riset di Amerika mengatakan bahwa organisasi ibarat perahu. Dalam perahu tersebut terdapat 10 orang. Ternyata hanya ada 3 orang yang mengayuh perahu, sedangkan 5 orang lain hanya menjadi penonton. Nah, yang berbahaya adalah 2 orang sisanya bukan hanya penonton, tetapi menjadi boat sinker. This is very irrational!” ungkap Pak Ming. Hal ini dikatakan irasional karena anggota perusahaan seharusnya mendukung perkembangan, tetapi malah menjadi musuh yang menenggelamkan perusahaannya alias jadi boat sinker.

Pak Ming memaparkan ada beberapa dampak yang muncul akibat people disengagement, di antaranya: produktivitas rendah, karyawan enggan untuk terlibat, tidak menyukai pekerjaan yang dilakukan, stress, bahkan mengundurkan diri. Persoalan di atas menunjukkan bahwa ternyata hampir 80% dari anggota perusahaan tidak memiliki engagement dan memberikan dampak negatif bagi perusahaan.

Permasalahannya banyak yang tidak menyadari adanya people disengagement ini dalam perusahaannya. Lalu, bagaimana kita dapat mengetahuinya? Pak Ming mengungkapkan terdapat 10 tanda people disengagement dalam suatu organisasi/ perusahaan, yaitu:

1.Malas belajar hal baru

Pak Ming mengungkapkan dalam hal ini karyawan akan mengeluarkan ‘mantra’ jika di ajak melakukan perubahan. “Mantra nya kalo ga rusak, ga usah diperbaiki atau dulu kita ga ngelakuin apa-apa juga jalan. Jadi kenapa mesti melakukan perubahan?” ungkap Pak Ming.

2.Tidak menyadari adanya masalah

Orang seringkali tidak menyadari bahwa unit atau bidangnya sedang mengalami masalah. Bahkan, kadang pimpinan juga tidak menyadarinya. Hal ini mengakibatkan tidak ada perbaikan yang dilakukan.

3.Sadar tetapi tidak pro aktif untuk menyelesaikan masalah

Kadang seseorang menyadari adanya permasalahan, tetapi malah bersikap apatis. Sehingga tidak ada keinginan untuk memperbaiki masalah yang ada, termasuk enggan untuk menciptakan improvement dan inovasi.

4.Tidak bersedia memberikan lebih, baik waktu dan energi

Hal ini biasanya ditandai dengan sikap anggota organisasi yang terburu-buru saat menjelang jam pulang kerja. “Kalau pulangnya jam lima sore, jam 16.30 uda mati’in komputer, terus jam 16.55 uda berdiri di depan fingerprint.” kata Pak Ming. Atau karyawan selalu melihat jam saat bekerja dan tidak bersedia memberikan waktu lebih untuk bekerja.

5.Tingkat turnover tinggi

Pak Ming mengungkapkan bahwa tidak semua perusahaan dengan turnover yang tinggi berarti mengalami people disengagement, tetapi apabila tanda ini muncul perlu waspada. Bisa jadi karyawan sudah tidak memiliki rasa nyaman, baik dengan lingkungan pekerjaan ataupun pemimpinnya.

6.Tingkat absen tinggi

Tanda ini diberi contoh dengan kasus. Misalnya, perusahaan Anda memiliki engineer yang harus dinas ke luar kota Senin-Kamis. Pada hari Jumat ia ijin karena sakit dan hal ini seringkali terjadi. Hal lain bisa juga dilihat apabila ada karyawan yang selalu ijin kerja setiap bulan. Apapun alasannya, entah sakit, urusan keluarga, dll. Kasus-kasus seperti ini menjadi salah satu tanda people disengagement.

7.Frustasi tinggi di antara karyawan dan pemimpin

Frustasi ini bisa terjadi seperti perumpamaan di mana hanya ada tiga orang yang mendayung dalam perahu. Sedangkan 7 orang lainnya hanya diam saja. Sama halnya dengan organisasi. Apabila hanya 3 orang yang bekerja keras, sedangkan yang lainnya ‘santai-santai’, bukankah ketiga orang itu akan frustasi?

8. Produktivitas rendah

Pekerjaan yang seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu sehari dengan 10 orang. Hanya ada 3 orang yang bekerja, maka baru dapat diselesaikan selama 5 hari. Hal ini jelas merugikan perusahaan. Nilai produktivitas jelas sangat berpengaruh pada perusahaan untuk mencapai tujuannya. Apabila karyawan tidak produktif, bisa jadi karyawan mengalami disengaged.

9. Tidak termotivasi atas tanggung jawab utama

Tanda ke-9 ini ditunjukkan dengan tidak adanya motivasi dalam menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawab utama. Karyawan mulai tidak semangat dalam bekerja. Jika muncul masalah akan cenderung ‘cuek’ daripada peduli dan mencari solusi.

10. Pemimpin ragu dengan ide baru karena sulit menggerakkan anak buah

Tanda yang ke-10 muncul dari sisi pemimpin. Pemimpin memiliki keraguan terhadap tim nya. Ia tidak yakin apakah anggota tim nya dapat menyelesaikan suatu proyek atau pekerjaan karena ia sendiri tidak mampu menggerakkan anggotanya.

Pertanyaanya, apakah tanda-tanda tersebut muncul dalam perusahaan Anda?

Tanda-tanda di atas dapat diketahui dengan melakukan assessment terhadap anggota perusahaan, salah satunya melalui link rapid check-up: https://db.tt/OMGDgX16ZV . Pak Ming mengungkapkan bahwa seringkali suatu perusahaan gencar melakukan improvement and innovation. Namun hal itu tidak berjalan lancar. Mengapa?

“Problem utamanya adalah ketika bertemu dengan ‘orang’. Improvement dengan sistem apapun menjadi sia-sia apabila tidak terdapat people engagement. Padahal perusahaan sudah bayar mahal untuk melakukan proses improvement,” ungkap Pak Ming.

Lalu, bagaimana cara membangun people engagement? Perusahaan Anda dapat mulai melakukan managing people engagement hingga pembenahan budaya dan sistem perusahaan dengan melakukan workshop, training, dan coaching dengan pakar-pakar organisasi bisnis yang terpercaya.

Semua itu dapat Anda ditemukan di excellence.asia!

 

excellunch (9/11) hadir lagi sebagai acara knowledge sharing yang disiarkan secara Live Streaming di Youtube Channel excellence.asia setiap hari Kamis lunch time jam 12.00 – 13.00 siang. Edisi kali ini, Excellunch menghadirkan Virja Dharma Gita sebagai trainer yang membagikan tentang “Sales Business to Business”. Lelaki yang akrab dipanggil Pak Virja ini merupakan trainer dengan sertifikasi Business Coach, Rogen Presentation Skills Programme, dan Leading & Managing Your Team. Ia juga memperoleh sertifikasi dari IBM Education Centre sebagai  Advance Function Dealer Marketing Training dan The Professional Sales Manager.

Sebelum membahas tentang proses dan tantangan dalam sales business to business. Kita perlu tau, apa itu sales?

“Sales is process of helping Prospect to transform from current situation to desired situation by using offered solution.”

Pak Virja menjelaskan bahwa sales adalah proses mengantarkan prospek dari situasi usaha saat ini menuju ke situasi yang diinginkan. Di mana di antara kedua situasi tersebut terdapat gap antara kebutuhan dengan kepuasan. Seorang sales person bertugas menemukan solusi dari gap tersebut. Sehingga sales person harus memiliki kemampuan mengidentifikasi kebutuhan sebagai solusi untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Apabila sales person gagal mengidentifikasi, maka ia tidak bisa mencapai penjualan. “Tantangan sales business to business itu bisa muncul dari eksternal dan internal perusahaan,” paparnya. Lalu, bagaimana proses dan tantangan yang ada? Dalam program Excellunch, Pak Virja membagikan Solution Selling Framework sebagai proses eksternal yang bisa dilakukan oleh sales. Bagaimana proses dan tantangan dalam Solution Selling Framework?

1.Prospecting : is the process of finding projects and qualifying them.

Prospekting menjadi proses awal yang harus dilakukan. Seorang sales harus bisa menemukan proyek dan mengkualifikasikan sesuai tujuan penjualan. Tantangan yang muncul dalam proses prospecting ini ada dua, yaitu mendapatkan prospek serta teknologi. Sales harus memiliki kemampuan analisis dan product knowledge yang kuat agar dapat menemukan prospek yang ‘pas’. Bagaimana dengan pengaruh teknologi? Hadirnya teknologi menjadi tantangan bagi sales karena calon klien dapat dengan mudah menemukan informasi tanpa mengandalkan sales. Namun hadirnya teknologi juga membuka peluang bagi sales. Terutama dengan adanya sosial media yang membuka ruang interaksi baru dan mempermudah sales menjangkau klien-klien potensial.

2.Getting the appointment

Apabila sales sudah menemukan prospeknya, proses selanjutnya adalah membuat janji dengan calon klien. Tantangan yang muncul adalah bagaimana membuat prospek tertarik dengan Anda hingga bukan lagi sales yang memaksakan untuk meeting. Hal ini diperlukan keahlian bagi sales dan keahlian ini dapat dilatih.

3. Building Trust: How to build rapport and trust in the first meeting, at the first impression with prospect?

Pada proses ini sales tidak boleh terburu-buru melaksanakan presentasi. Kepercayaan calon klien harus dibangun terlebih dahulu. Sales harus bisa meyakinkan kepada calon klien bahwa ia dapat menemukan solusi atas kebutuhan. Calon klien tidak akan merasa kehilangan waktunya sia-sia dengan bertemu sales, tetapi justru sangat penting untuk mengadakan meeting dan presentasi.

4.Discovering needs

Sales harus menggunakan seluruh kemampuan untuk menggali informasi tentang kebutuhan prospek. Tantangannya bagaimana menemukan informasi kebutuhan prospek yang relevan dengan produk yang ia jual? Dalam hal ini, sales harus bisa menemukan data-data terkait prospek.

5. Identifying solution and planning the presentation.

Setelah discovering needs dilakukan, sales menggunakan informasi-informasi tersebut untuk menyusun satu solusi yang tepat guna. Tantangan dalam proses ini adalah sales harus bisa melakukan analisa informasi dan melakukan analisa terhadap pesaing. Semua itu diperlukan untuk bisa membangun strategi, solusi, dan effective sales presentation.

6.Presenting the solution

Apabila kelima proses sudah dilakukan, sales harus mempresentasikan yang sudah direncanakan melalui struktur yang spesifik. Tantangannya bagaimana meyakinkan prospek bahwa solusi yang dia formulasikan dapat menjawab kebutuhan prospek?

7.Asking for Commitment : Learn some ways of closing technique

Proses yang penting ini adalah menanyakan komitmen dari klien. Seorang sales harus memiliki rasa percaya diri dan menggunakan teknik closing yang tepat dalam presentasi yang dilakukan. Tantangannya Bagaimana seorang sales percaya diri dan dapat menentukan teknik closing yang tepat?

8.Ensuring Customer Satisfaction

Pak Virja mengatakan bahwa proses ini tidak terlalu kritis, tetapi penting. Proses ini merupakan proses lanjutan di mana sales harus bisa memastikan kepuasan pelanggan. Tantangannya bagaimana memastikan order dapat terlaksana dengan baik, pelanggan puas, serta timbul repeat order?

Delapan proses di atas merupakan proses dan tantangan eksternal yang dihadapi sales. Lalu, bagaimana dengan tantangan internal? Pak Virja mengungkapkan terdapat tiga tantangan yang biasanya muncul dari internal, yaitu:

1.Hiring Sales

“Saya pernah punya klien sebuah perusahaan perbankan. Pada saat itu mereka membutuhkan 500 sales, tetapi hanya dapat memperoleh 120 sales. Padahal perusahaan sudah bekerja sama dengan tiga perusahaan head hunter. Sudah gitu, setelah melalui proses pendidikan ternyata cuma 70% yang lolos,” ungkap Pak Virja. Kasus ini menunjukkan bahwa hiring sales menjadi tantangan bagi perusahaan dimana pernyataan easy come and easy go sudah tidak berlaku. Pernyataan yang berlaku saat ini adalah Sales not easy to come, but may be easy to go.

2.Training, Coaching, Mentoring, Motivate

Pak Virja mengatakan bahwa sales tidak hanya cukup dengan memperoleh training motivasi. Apabila hanya memperoleh motivasi, maka sales akan semangat saat training. Namun bisa jadi frustrasi saat menghadapi masalah di lapangan. Perusahaan harus bisa memberikan pelatihan yang menyeluruh, mulai dari product knowledge, training, coaching, dan motivate yang tepat bagi calon sales.

3.Retaining

Perusahaan harus bisa mempertahankan karyawan yang sudah onboad di perusahaannya. Apalagi ada banyak pandangan sales sebagai pekerjaan yang dilihat ‘sebelah mata’. Tantangan nya adalah perusahaan harus bisa membangun rasa bangga dalam diri karyawan, baik terhadap perusahaan maupun bangga terhadap pekerjaan yang dimiliki.

Ternyata proses dan tantangan baik eksternal dan internal dalam sales B to B tidaklah mudah. Perusahaan harus bisa mengatasinya agar sales-sales yang dimiliki dapat bekerja dengan produktif. Pak Virja mengatakan bahwa perusahaan harus bisa mengidentfikasi kebutuhan karyawannya, sehingga dapat menemukan training yang sesuai dan tepat sasaran. “Bagaimana strategi yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk membangun sales B to B yang unggul? Anda bisa menemukannya dengan mengikuti courses yang ditawarkan di platform excellence.asia, di mana excellence.asia adalah training marketplace yang bisa memberikan berbagai rekomendasi training yang dibutuhkan perusahaan” papar Pak Virja.

Ingin tahu lebih tentang Sales Business to Business? Silakan klik link berikut:

https://www.youtube.com/watch?v=IuQJwPWnC8o

Pada era globalisasi ini hampir setiap negara di dunia sudah menjadi bagian dari perekonomian global. Transfer pricing menjadi isu penting baik bagi Wajib Pajak maupun otoritas pajak. Terutama mempengaruhi penentuan negara mana yang akan diuntungkan dalam memberikan pajak atas laba perusahaan multinasional.

Buat kita-kita yang notabene masyarakat umum istilah transfer pricing cukup asing. Namun ini relevan bagi orang-orang yang bergerak dalam bidang finance, accounting, dan para pelaku usaha. Transfer pricing adalah kebijakan perusahaan untuk menentukan harga transfer suatu transaksi baik berupa barang, jasa, harta tak terwujud, atau pun transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan.

Berikut ini adalah tujuan transfer pricing:

  • Transfer pricing digunakan untuk memaksimalkan penghasilan global setelah dikurangi pajak, mengamankan posisi kompetitif, dan sebagai evaluasi kinerja anak/ cabang perusahaan mancanegara.
  • Transfer pricing untuk mengurangi risiko moneter, mengatur cash flow anak/cabang perusahaan yang memadai, mengurangi beban pengenaan pajak, dan bea masuk.
  • Transfer pricing digunakan untuk mengurangi risiko pengambilalihan pemerintah.

Berdasarkan hasil penelusuran OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) mengungkapkan bahwa sekitar 60% dari transaksi perdagangan dan keuangan lintas negara (cross border transaction) dilakukan antar perusahaan dalam suatu kelompok perusahaan multinasional. Hal ini tentu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Alih-alih perusahaan bisa saja menggunakan praktik transfer pricing sebagai upaya untuk “menghindari pajak”. Dari sudut pandang pemerintah menganggap bahwa transfer pricing penting dan berpengaruh terhadap penerimaan negara.  

Sebagai contoh, kalian tentu tau Starbucks. Kedai kopi global ini melakukan praktik transfer pricing. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, ternyata pada 2011 Starbucks Inggris sama sekali tidak membayar pajak perusahaan. Padahal mereka tercatat mencapai penjualan sebesar £398 juta. Selain itu mereka juga mengaku rugi sejak tahun 2008, dengan jumlah kerugiannya mencapai £112 juta atau sekitar Rp1,7 triliun. Padahal dalam laporan kepada investornya di Amerika Serikat, Starbucks mengatakan bahwa mereka memperoleh keuntungan yang besar di Inggris, bahkan penjualannya selama 3 tahun (2008- 2010) mencapai £1,2 miliar atau sekitar Rp18 triliun. Dengan kerugian ini, Starbucks Inggris tidak pernah membayar pajak korporasi. Bahkan selama 14 tahun beroperasi di Inggris, Starbucks hanya membayar pajak sebesar £8,6 juta. Kasus ini menjadi contoh nyata, dimana pemerintah merasa dirugikan. Perusahaan dianggap menggunakan transfer pricing untuk “menghindari pajak”.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil penelusuran Dirjen Pajak menyatakan bahwa negara berpotensi telah kehilangan 1.300 Triliun Rupiah akibat dari praktik transfer pricing. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia sudah mengantisipasinya lewat peraturan. Pemerintah Indonesia pada 2016 mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213 / PMK. 03/ 2016 tentang Jenis Dokumen dan/ atau informasi tambahan yang wajib disimpan oleh wajib pajak yang melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan tata cara pengelolaannya. Berdasarkan PMK tersebut perusahaan harus menyertakan Transfer Pricing Document (TP Doc) pada saat menyerahkan SPT Tahunan. TP Doc menurut PMK merupakan “dokumen yang diselenggarakan oleh Wajub Pajak sebagai dasar penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (ALP) dalam penentuan harga transfer yang dilakukan oleh Wajib Pajak”. TP Doc ini diperlukan untuk mengedepankan transaksi yang transparan bagi para pelaku usaha. Tentunya berpengaruh dalam besarnya pajak yang harus dibayar perusahaan. Adanya peraturan ini tentu membuat setiap perusahaan harus memiliki kesiapan. Perusahaan tetap harus transparan, taat pajak, tetapi jangan sampai merugi juga dong.

Kamis, 2 November 2017 Hendrian K. Djaya hadir sebagai trainer dalam program Excellunch. Ia juga memaparkan tentang transfer pricing. Excellunch adalah program excellence.asia yang disiarkan secara live streaming di Youtube Channel excellence.asia setiap hari Kamis lunch time jam 12.00 – 13.00 siang. Hendrian K. Djaya merupakan seorang trainer dari Ark Consults. Ia memiliki pengalaman dalam bidang konsultasi manajemen lebih dari 13 tahun sebagai konsultan eksternal, juga konsultan internal dan pengembangan bisnis dalam praktik industri.  Hendrian K. Djaya memiliki pengalaman  yang kuat dalam strategi dan pengembangan operasional di berbagai sektor termasuk konsumen, keuangan dan perbankan, manufaktur, agribisnis, energi juga dengan badan usaha milik negara. Ia juga berbagi tentang transfer pricing.

Pada Excellunch Hendrian K. Djaya mengungkapkan bahwa metode-metode untuk melakukan pengkajian terhadap transfer pricing tidaklah mudah. Dirjen Pajak sendiri menerapkan sanksi yang berat bagi para pelaku usaha yang tidak taat pajak. “Kalau sampai perusahaan bermasalah dengan TP Doc, berdasarkan peraturan bahkan 50% asetnya bisa ditahan sementara lho,” ungkap Hendrian K. Djaya. Hal ini tentu harus disikapi secara bijak oleh para pelaku usaha. Ia mengajak bagi para pengusaha untuk melihat transfer pricing ini bukan sebagai ancaman ataupun ketakutan.

“Kita gak perlu khawatir dengan transfer pricing. Kita harus melihatnya sebagai a balancing act. Para pelaku usaha dapat menyikapinya secara bijak dengan memberikan informasi yang akurat kepada pemerintah. Bisnis memiliki panduan dalam menjalankan interaksi.” papar Hendrian K. Djaya.

Hendrian K. Djaya menyampaikan bahwa seringkali perusahaan tidak siap dalam dokumen-dokumen transfer pricing. “Kalau udah akhir tahun nih, perusahaan sering banget keteteran karena gak punya TP Doc,” ungkapnya. Ketidaksiapan perusahaan dalam TP Doc selama satu tahun terakhir menyebabkan timbulnya permasalahan, khususnya terkait dengan perpajakan. Apabila hal ini terjadi, maka perlu dilakukan pengkajian terhadap transfer pricing perusahaan. Pengkajian ini dilakukan mulai dari mengumpulkan berbagai informasi transaksi dan melakukan benchmarking  dengan perusahaan yang sejenis. Hingga melakukan functional analysis, economic analysis, dan financial analysis untuk mengetahui besarnya risiko maupun aset perusahaan.

Hendrian K. Djaya mengajak para pelaku usaha untuk mengantisipasi masalah transfer pricing dengan menerapkan Transfer Pricing Planning. Perusahaan harus bisa melakukan perencanaan terhadap transaksi yang akan dilakukan sejak dimulainya usaha. Metode tersebut dapat dilakukan sebagai salah satu manajemen risiko perusahaan.
“Pertanyaannya bagaimana strategi dan metode yang tepat yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha terkait dengan transfer pricing? Nah, kalian bisa mempelajari lebih mendalam melalui courses dalam excellence.asia,” ungkap Hendrian K. Djaya.