“Kita melewati sistem edukasi biasanya hanya fokus di satu bidang. Namun dalam berbisnis gak bisa hanya mengandalkan satu bidang saja. Saya merasa bahwa bisnis itu seperti seni, karena kita harus bisa menjaga keseimbangan beberapa aspek sekaligus, mulai dari sisi operasional, marketing, finance, bahkan human resources,” kata Angela Kurniawan, Founder and Creative Director bits & bobs.

Dimulai sejak 2015, bits & bobs menjadi salah satu brand lifestyle asli Indonesia yang mengangkat tema ‘urban-creative-millenial’. Fokus dari brand ini adalah memproduksi bags dan stationery yang simple, personal, dan fungsional. Generasi milenial yang saat ini menjadi mayoritas konsumen membuat para entrepreneur tergiur untuk membangun bisnis kreatif. Jelas hal ini menjadi peluang yang tidak boleh dilewatkan. Benarkah generasi milenial menjadi pasar bagi bisnis kreatif?

“bits & bobs memiliki keunikan karena bags dan stationery yang diproduksi dan dijual punya personality yang relatable dengan anak muda jaman sekarang. Produk kami memiliki kekhasan karena menampilkan statement yang populer di kalangan generasi milenial” papar Founder and Creative Director bits & bobs.

Angela Kurniawan (Founder & Art Director bits & bobs)

Perempuan yang akrab disapa Angela telah meraih gelar Bachelor of Art in Graphic Designer di Limkokwing University, Malaysia dan MA Arts and Design by Independent Project at University of Brighton, UK. Tahun 2014-2015 ia sempat berkarier sebagai Art Director di Iris Worldwide, Jakarta. Kini, ia menjadi seorang entrepreneur dan mengembangkan bisnis yang ia beri nama bits & bobs. Dalam wawancara dengan excellence.asia ia menceritakan suka duka nya dalam berbisnis. Sebagai entrepreneur muda, dirinya mengaku hal ini tidak mudah. Angela memulai bisnis bits & bobs karena memiliki passion untuk bisa menciptakan produk yang memiliki value bagi penggunanya.

“Jadi setelah kerja selama 5 tahun dan mengenal industri kreatif dengan baik, ketika kerja di UK saya sering pergi ke galeri dan melihat concept store. Dari situ saya menemukan minat saya itu di bidang merchandise dan aksesoris. Dan saya tuh selalu suka ketika ke tempat-tempat seperti itu untuk mengulik ide di balik karya seni atau produk mereka. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk memulai bisnis bits & bobs, pengennya setiap produk bits & bobs itu mempunyai meaning untuk setiap penggunanya, ga cuma sebagai komoditi saja, tetapi sebagai bagian dari diri mereka,” ungkap Angela.

Keberanian mengambil keputusan untuk memulai bisnis dan melepaskan karirnya menjadi langkah awal Angela mengembangkan bisnis. Sebagai seorang desainer, dirinya ingin membagikan karyanya kepada masyarakat. Tak disangka, Angela menjadi salah satu bukti bahwa generasi milenial Indonesia bisa menjadi seorang entrepreneur sukses. Hingga saat ini rata-rata dalam sebulan ia berhasil menjual >250 produk.

“Nama bits & bobs ini saya sering denger ketika di UK yang artinya ‘an assortment of little things’. Di sana istilah ini jadi frase sehari-hari yang sering digunakan. Kebetulan dari awal kan saya juga suka dengan printilan, hal-hal yang kecil-kecil. Jadi, ya karena mulainya juga dari sesuatu yang kecil itu saya berharap apa yang saya buat bisa memberikan dampak yang besar,” kata Angela.

Apakah perlu melakukan market research dalam berbisnis?

Sebagai entrepreneur, kita perlu melakukan market research agar bisnis kita bisa berkembang. Apa itu market research?

“Market research is the  process of gathering, analyzing and interpreting information about a market, about a product or service to be offered for sale in that market, and about the past, present and potential customers for the product or service; research into the characteristics, spending habits, location and needs of your business’s target market, the industry as a whole, and the particular competitors you face.” (Entrepreneur.com)

Saat ngobrol dengan Angela, ternyata untuk bisa mengembangkan bisnisnya ia melakukan market research selama hampir 10 bulan. Ia memulai dengan berjalan-jalan di pasar untuk melihat kualitas bahan-bahan yang digunakan. Tidak hanya itu, Angela tidak segan-segan membeli produk-produk di pasar yang sesuai dengan konsep bisnisnya.

“Awalnya saya melakukan eksperimen dari yang ada di sekitar, jalan-jalan ke pasar, lihat kain yang bagus itu yang seperti apa. Yang menarik di mata dibeli dulu, terus saya juga mulai cari-cari penjahit,” kata Angela.

Angela juga bercerita bahwa ia merasa kesulitan menemukan penjahit yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Hingga dirinya memutuskan untuk belajar menjahit agar ia memahami bagaimana mengkonstruksi sebuah produk, mulai dari pouch dan tas.

Ia menjual produk-produk hasil karyanya, tetapi hal ini juga tidak berjalan dengan mudah. Hal tersulit yang dihadapi ketika Angela mengetahui bahwa produknya kurang diminati oleh masyarakat. Angela banyak melakukan eksperimen dan inovasi produk, hingga melakukan kurasi untuk menemukan produk yang ‘pas’ untuk dijual.

Sampai akhirnya saya menemukan kalau bits & bobs ini arahnya lebih ke statement bag. Waktu itu saya juga ikut bazar sambil melihat selera pelanggan. Oktober 2015 saya ikut Catalyst Art Market, dimana saat itu banyak anak-anak agency, desainer, dan illustrator terlibat. Nah ketika saya bikin pouch dengan tulisan seperti artist designer, traveler, blogger, ternyata segmennya bener-bener pas. Ketika itu saya memproduksi 3 lusin, dan langsung abis. Oke, itu menjadi momen penentuan kalau ini loh sebenernya yang market suka, dan voice nya bits & bobs ke situ. Abis itu saya memantapkan untuk menentukan ini branding yang mau kita tuju,” cerita Angela.

Memulai bisnis dengan memanfaatkan media sosial

“Dari awal kita memulai bisnis melakukan marketing secara online melalui Instagram. Kita juga mengikuti acara-acara bazar dan membagikan kartu nama. Dari situ kita mengembangkan strategi pemasaran,” kata Angela.

Dengan mengikuti bazar ada beberapa pihak yang memberikan tawaran agar bits & bobs di jual di store mereka, bahkan beberapa di shopping mall. Angela mengakui ada kesinambungan antara online dan offline marketing. Banyak pelanggan yang akhirnya melakukan pembelian online karena mereka mengenal bits & bobs di bazar, dan sebaliknya. Tidak hanya itu, seiring berjalannya waktu bits & bobs juga mengajak influencer untuk melakukan promosi, tentunya dengan melakukan seleksi agar bisa menemukan influencer yang sesuai dengan visi dan misi bisnis bits & bobs.

Hingga saat ini bits & bobs melakukan beberapa metode promosi, mulai dari Instagram Ads dan ikut menjual produknya di salah satu marketplace terbesar di Indonesia. Inovasi promosi juga dilakukan melalui Workshop Basic Sewing Class, yakni kursus penjahit bagi pemula.

Relationship jadi kunci keberhasilan

Dalam berbisnis ternyata relationship memegang peran penting. Apalagi jika kamu merupakan seorang pemula. bits & bobs bisa jadi inspirasi kamu untuk memperluas jaringan bisnis. Angela sebagai founder dengan background seorang desainer tentu perlu belajar banyak untuk bisa menjalankan bisnisnya. Mulai dari bagaimana membangun sistem operasional, sales, legal, hingga finance semuanya harus dipelajari.

“Saya banyak belajar dari teman, family, dan komunitas. Contoh paling simple adalah soal laporan laba rugi. Dulu saya gak paham apa itu laporan laba rugi. Salah satu caranya ya saya banyak tanya dengan orang-orang yang lebih berpengalaman,” ungkap Angela.

Angela juga menceritakan bahwa saat ini dia bisa membawa bits & bobs sebagai member dari Jakarta Creative Hub karena ia banyak terlibat dengan acara dan komunitas di Jakarta. Termasuk hingga saat ini ia bisa membawa bits & bobs ke Singapura.

Berikut beberapa Stockist yang bekerja sama dengan bits & bobs

1. MACAN Museum (AKR Tower Level MM, Jalan Perjuangan No. 5, Kebon Jeruk, Jakarta)

2. dia.lo.gue Artspace (Jl. Kemang Selatan No. 99A, Jakarta)

3. People’s Project (Kuningan City UG Floor, Jakarta)

4. Lakon Store (Mall Kelapa Gading 5, Lt 1, Jakarta)

5. Kopi Toko Djawa (Jl. Braga No.79, Bandung)

6. Lawangwangi Creative Space (Jl. Dago Giri No. 99A, Bandung)

7. Other Rag Enterprise (Jl. Untung Suropati No. 83, Surabaya)

8. Pasar Pasaran (1, Jl. Kayu Cendana, Seminyak, Bali)

9. Megafash (Suntec City/ Marina Square/ Great World City – Singapore)

“Dulu, saya cari bahan sendiri, terus ke penjahit, dan ke tukang sablon, semua dilakukan di vendor yang berbeda-beda. Operational cost nya gede banget, dan banyak buang waktu. Belum lagi kalau ada defect product. Hingga dua tahun yang lalu akhirnya saya bisa kerjasama dengan supplier tunggal. Saya dapat supplier tunggal ini dari ngobrol, nanya-nanya orang, dan kenalan,” kata Angela.

Jadi entrepreneur harus terus belajar

Sebagai seorang entrepreneur muda, Angela tidak pernah berhenti untuk belajar. Dirinya percaya bahwa belajar menjadi salah satu kunci sukses dalam berbisnis. Ia melakukan proses ini sejak masih bekerja dengan banyak berkunjung ke galeri dan concept store.

Selain menjaga relationship dan membangun jaringan, Angela juga mengikuti kompetisi. Hal ini dilakukan agar ia bisa termotivasi untuk mengembangkan skill dan knowledge dalam berbisnis.

“Saya mengikuti EXCELLOKA beberapa waktu lalu. Ini dilakukan supaya saya bisa upgrade skill dan pengetahuan. Dalam pelatihan bersama EXCELLOKA saya bisa berkonsultasi dengan trainers yang approachable. Hal-hal yang rumit bisa jadi simple. Paling berkesannya lagi adalah EXCELLOKA bisa diikuti gratis oleh entrepreneur, karena saat ini rata-rata business coaching itu bisa diperoleh dengan biaya yang cukup mahal. Saya senang bisa jadi mentee di EXCELLOKA ” kata Angela.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *